Kisah ini dimulai dengan Keenan (Adipati Dolken),
seorang remaja pria yang baru lulus SMA, yang selama enam tahun tinggal
di Amsterdam bersama neneknya. Keenan memiliki bakat melukis yang sangat
kuat, dan ia tidak punya cita-cita lain selain menjadi pelukis, tapi
perjanjiannya dengan ayahnya memaksa ia meninggalkan Amsterdam dan
kembali ke Indonesia untuk kuliah. Keenan diterima berkuliah di Bandung,
di Fakultas Ekonomi.
Di sisi lain, ada Kugy (Maudy Ayunda), cewek
unik cenderung eksentrik, yang juga akan berkuliah di universitas yang
sama dengan Keenan. Sejak kecil, Kugy menggila-gilai dongeng. Tak hanya
koleksi dan punya taman bacaan, ia juga senang menulis dongeng.
Cita-citanya hanya satu: ingin menjadi juru dongeng. Namun Kugy sadar
bahwa penulis dongeng bukanlah profesi yang meyakinkan dan mudah
diterima lingkungan. Tak ingin lepas dari dunia menulis, Kugy lantas
meneruskan studinya di Fakultas Sastra.
Kugy dan Keenan dipertemukan
lewat pasangan Eko (Fauzan Smith) dan Noni (Sylvia Fully R). Eko adalah sepupu Keenan, sementara Noni
adalah sahabat Kugy sejak kecil. Terkecuali Noni, mereka semua hijrah
dari Jakarta, lalu berkuliah di universitas yang sama di Bandung.Mereka
berempat akhirnya bersahabat karib.
Lambat laun, Kugy dan Keenan,
yang memang sudah saling mengagumi, mulai mengalami transformasi.
Diam-diam, tanpa pernah berkesempatan untuk mengungkapkan, mereka saling
jatuh cinta. Namun kondisi saat itu serba tidak memungkinkan. Kugy
sudah punya kekasih, cowok mentereng bernama Joshua (Dion Wiyoko), alias Ojos
(panggilan yang dengan semena-mena diciptakan oleh Kugy). Sementara
Keenan saat itu dicomblangkan oleh Noni dan Eko dengan seorang kurator
muda bernama Wanda (Kimberly Ryder).
Persahabatan empat sekawan itu
mulai merenggang. Kugy lantas menenggelamkan dirinya dalam kesibukan
baru, yakni menjadi guru relawan di sekolah darurat bernama Sakola Alit.
Di sanalah ia bertemu dengan Pilik, muridnya yang paling nakal. Pilik
dan kawan-kawan berhasil ia taklukkan dengan cara menuliskan dongeng
tentang kisah petualangan mereka sendiri, yang diberinya judul: Jenderal
Pilik dan Pasukan Alit. Kugy menulis kisah tentang murid-muridnya itu
hampir setiap hari dalam sebuah buku tulis, yang kelak ia berikan pada
Keenan.
Kedekatan Keenan dengan Wanda
yang awalnya mulus pun mulai berubah. Keenan disadarkan dengan cara yang
mengejutkan bahwa impian yang selama ini ia bangun harus kandas dalam
semalam. Dengan hati hancur, Keenan meninggalkan kehidupannya di
Bandung, dan juga keluarganya di Jakarta. Ia lalu pergi ke Ubud, tinggal
di rumah sahabat ibunya, Pak Wayan (Tyo Pakusadewo).
Masa-masa bersama keluarga Pak
Wayan, yang semuanya merupakan seniman-seniman sohor di Bali, mulai
mengobati luka hati Keenan pelan-pelan. Sosok yang paling berpengaruh
dalam penyembuhannya adalah Luhde Laksmi (Elyzia Mulachela), keponakan Pak Wayan. Keenan
mulai bisa melukis lagi. Berbekalkan kisah-kisah Jenderal Pilik dan
Pasukan Alit yang diberikan Kugy padanya, Keenan menciptakan lukisan
serial yang menjadi terkenal dan diburu para kolektor.
Kugy, yang juga sangat
kehilangan sahabat-sahabatnya dan mulai kesepian di Bandung, menata
ulang hidupnya. Ia lulus kuliah secepat mungkin dan langsung bekerja di
sebuah biro iklan di Jakarta sebagai copywriter. Di sana, ia bertemu
dengan Remigius (Reza Rahadian), atasannya sekaligus sahabat abangnya, Karel (Ben Kasyafani). Kugy meniti
karier dengan cara tak terduga-duga. Pemikirannya yang ajaib dan serba
spontan membuat ia melejit menjadi orang yang diperhitungkan di kantor
itu.
Namun Remi melihat sesuatu yang
lain. Ia menyukai Kugy bukan hanya karena ide-idenya, tapi juga semangat
dan kualitas unik yang senantiasa terpancar dari Kugy. Dan akhirnya
Remi harus mengakui bahwa ia mulai jatuh hati. Sebaliknya, ketulusan
Remi juga akhirnya meluluhkan hati Kugy.
Sayangnya, Keenan tidak bisa
selamanya tinggal di Bali. Karena kondisi kesehatan ayahnya yang
memburuk, Keenan terpaksa kembali ke Jakarta, menjalankan perusahaan
keluarganya karena tidak punya pilihan lain.
Pertemuan antara Kugy dan Keenan
tidak terelakkan. Bahkan empat sekawan ini bertemu lagi. Semuanya
dengan kondisi yang sudah berbeda. Dan kembali, hati mereka diuji. Kisah
cinta dan persahabatan selama lima tahun ini pun berakhir dengan
kejutan bagi semuanya. Akhirnya setiap hati hanya bisa kembali pasrah
dalam aliran cinta yang mengalir entah ke mana. Seperti perahu kertas
yang dihanyutkan di parit, di empang, di kali, di sungai, tapi selalu
bermuara di tempat yang sama. Meski kadang pahit, sakit, dan meragu,
tapi hati sesungguhnya selalu tahu.
Diwarnai pergelutan idealisme,
persahabatan, tawa, tangis, dan cinta, “Perahu Kertas” tak lain adalah
kisah perjalanan hati yang kembali pulang menemukan rumahnya.
Sumber Sinopsis
Gw belum baca novelnya, tapi novel-novel Dewi "Dee" Lestari selalu ramai diperbincangkan. Dengan gaya bahasa & cerita yg menarik. 10 menit pertama gw terpukau sama gambar yg ditampilkan, ya memang Hanung Bramantyo sukses memvisualisasikan keindahan di film ini. Mengeksekusi novel adaptasi bukan sesuatu yg baru buatnya, jadi wajar aja film-filmnya bisa dikatakan box office-nya Indonesia. Property Art-nya menarik, mulai dari sakola alit yg dihiasi kerajinan tangan, sampai kamar kugy yg penuh poster-poster & burung-burung hasil lipatan kertas.
Kembali ke perbandingan novel sama filmnya. Setelah ngobrol dengan seorang teman yg udah baca novelnya, mungkin klo dikonversi ke dalam film, novel ini akan berdurasi 6 jam. Terbukti film Perahu Kertas ini berdurasi 4,5 jam dan pada akhirnya dibagi menjadi 2 bagian, yg tentunya banyak adegan-adegan yg disunat.
Filmnya agak mendayu-dayu, dan ga klimaks menurut gw. Selama hampir 2 jam gw nunggu klimaks yg tak kunjung datang. Dan gw sadar film ini diperuntukkan untuk kalangan ABG. Untungnya para pemainnya cukup apik memainkan perannya, apalagi Reza Rahardian yg begitu natural memainkan perannya. Ada satu lagi, Maudy Ayunda yg notabene berumur 17 tahun terlalu muda untuk memerankan seorang Kugy, apalagi ketika dia udah beranjak dewasa, jadi sarjana, terus kerja. Kelihatan kurang mature.
Tak ada gading yg tak Martin, ehhh salah, Tak ada gading yg tak retak. Walaupun ada beberapa kekurangan dari adaptasi novel ke film ini, film ini layak tonton ditengah crowded film Indonesia yg tak bermutu.
Berikut ini beberapa kutipan dari novel 'Perahu Kertas' yg diambil dari blog seorang teman:
Lo tuh bukan cuma lari, lo tuh terbang. Dan lo suka lupa, gue masih di
bumi. Kaki gue masih di tanah. Gimana kita bisa terus jalan kalau tempat
kita berpijak aja beda?
Halaman 147
Seperti matahari yang tak menyimpan memori ataupun dendam dan senantiasa memandikan bumi dengan sinarnya.
Halaman 184
Kenangan itu cuma hantu di sudut pikir. Selama kita cuma diam dan ngga
berbuat apa-apa, selamanya dia tetap jadi hantu. Ngga akan pernah jadi
kenyataan.
Halaman 221
Perihnya perpisahan yang dilakukan sendirian.
Halaman 226
Well, siapapun yang cuma modal body doang, ngga bakalan lama. Ini kan zaman inner beauty.
Halaman 275
Iyalah, segede-gedenya toket, mau dibawa samapai man, sih? Akhirnya kan yang ngaruh tetap faktor kepala.
Halaman 274
Aku yakin, suatu saat, apa yang sekarang kamu bilang hobi, akhirnya bisa
jadi profesiku yang baru. Barangkali uangnya ngga banyak, tapi aku ngga
peduli. Kugy
Halaman 362
Berputar menjadi sesuatu yang bukan kita, demi bisa menjadi diri kita lagi.
Halaman 46
Sumber Kutipan